HujanRejeki

Berhujan-hujanan dalam rejeki dan nikmat karunia-Nya

Minggu, 03 Juli 2011

Keluargamu keluargaku, keluarga kita...

Berawal dari 2 insan yang mengikat diri menjadi satu ikatan rumah tangga. Akhirnya lahirlah anak-anak mereka, kita sebut generasi pertama. Beberapa waktu kemudian lahirlah generasi ketiga, cucu-cucu mereka. Seterusnya menyusul generasi keempat, kelima dst.

Pada anak turunnya, setiap orang tua pasti punya keinginan dan harapan. Tidak banyak yang diharapkan oleh orang tua kepada anaknya, karena orang tua tidak pernah meminta timbal balik. Seperti penggalan dari lagu kasih ibu yang sebenarnya juga mewakili kasih bapak juga :) yang berbunyi:

"...hanya memberi tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia.."

Dari harapan yang tidak banyak itu, kalau dari 'my humble opinion' ada 2 yang utama, yaitu anak-anaknya menjadi anak-anak yang berbakti dan anak-anaknya bisa menjaga tali kerukunan, baik pada saat orang tua masih ada dan utamanya ketika orang tua sudah tidak ada.

Kuatnya tali keluarga ini sangat penting. Ikatan terkuat di atas persahabatan adalah tali persaudaraan. Seiring dengan bertambahnya anggota keluarga dan aktivitas kesibukan mencari nafkah membuat antar anggota keluarga jarang bertemu. Jarangnya intensitas pertemuan juga berpengaruh terhadap kuatnya lemahnya tali persaudaraan. Diperlukan suatu wadah yang bisa mengatasi hal ini. Wadah yang bisa 'memaksa' :) para anggota keluarga untuk hadir dan duduk bersama. Ya sebenarnya memaksa bukan kata yang tepat, yang lebih pas mungkin adalah wadah yang bisa memanggil hati nurani kita sebagai satu kesatuan saudara untuk hadir dan duduk bersama.. saling mengenal lebih dekat, saling membaur, saling peduli dan saling-saling lainnya.. Kenapa ada kata saling? Dalam hukum interaksi sosial, 'saling" inilah yang sangat penting. Saling ini berarti ada interaksi 2 arah. Ada saling saling memberi tahu dan ada saling mendengar, ada saling bercerita dan saling diceritai, ada saling terbuka, ada saling memberi perhatian dsb terkecuali satu yang tidak boleh, yaitu saling rasan-rasan..ini biasanya penyakit ibu-ibu akibat polah tingkah bapak-bapak, sehingga menjadi sesuatu yang tidak harmonis dan menjadi tema hangat sebuah gossip :)

Ketika wadah ini sudah terbentuk, yang dibutuhkan kemudian adalah konsisitensi para anggotanya. Umumnya (kalau boleh dikata jeleknya) seiring bertambahnya generasi, ikatan akan sedikit renggang, ya karena faktor diatas tadi, jarang ketemu dan jarang berinteraksi akhirnya berefek pada 'saling' nya pun ikut luntur.. Karena itu satu hal penting juga adalah konsistensi dari masing-masing anggota keluarga. Konsistensi minimal untuk selalu hadir dalam acara keluarga yang diadakan oleh wadah itu. Maksimalnya? Terserah masing-masing anggota, semakin teratur bertemu adalah lebih baik. Ada teori, merusak lebih mudah daripada membangun, menebang lebih mudah daripada menanam. Hanya perlu 1 menit untuk merusak dan perlu bertahun-tahun untuk membangun. Ketidakhadiran yang teratur dari satu anggota keluarga tanpa alasan yang jelas bisa menular kepada yang lain. Jangan sampai hal ini terjadi.

Ikatan tali persaudaraan yang kuat janganlah menjadi sebuah euforia sesaat yang hanya muncul di pertemuan ke 1, 2, 3 saja. Tapi ikatan tsb harus masih dan semakin kuat di pertemuan ke 10, 20, 30...dst. Konsistensi akan menjamin adanya suatu kelanggengan.

Menulis tema ini bukan berarti saya sudah konsisten, tapi ini lebih sebagai sebuah lecutan cambuk bagi saya pribadi untuk menjadi konsisten sebagai anggota keluarga. Bukan bermaksud menggurui, bukan bermaksud merasa lebih tahu.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: